Peranan Dwi Tunggal dalam Keistimewaan Yogyakarta

oleh : Kisandraianto, S.Pd.

Perjalanan keistimewaan Yogyakarta dimulai dari ketika Presiden Sukarno mengeluarkan piagam penetapan kedudukan bagi penguasa tahta Kesultanan Yogyakarta maupun penguasa Kadipaten Pakualaman. Seiring dengan itu penguasa dari Kesultanan Yogyakarta mengeluarkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan “Makumat 5 September 1945” serta Kadipaten Pakualaman juga mengeluarkan pernyataan tentang integrasi monarki Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia. Dari sinilah cikal bakal keistimewaan Yogyakarta diperoleh setelah melalui perjalanan sejarah yang panjang.

Spirit nasionalime sudah ditunjukkan oleh Raja Kasultanan Kraton Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Raja Kadipaten Pakualaman Yogyakarta yaitu Sri Paduka Paku Alam VIII. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan sendiri sudah ditunjukkan dengan mengikhlaskan wilayah kekuasaannya yaitu Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman untuk dilebur menjadi wilayah bagian dari Republik Indonesia yang baru saja dilahirkan. Padahal Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman sudah mempunyai pemerintahan otonom sendiri dan itu diakui oleh pemerintah kolonial Belanda, Inggris, Jepang, bahkan dunia internasioanal.

Tidak hanya itu saja, ketika Republik Indonesia ini baru mau berdiri dan saat membutuhkan cetakan Oeang/Uang Republik Indonesia (ORI) dengan jaminan emas di Bank Indonesia, Kraton Yogyakarta dengan ikhlas memberikan batangan emas tersebut sebagai jaminannya. Selain daripada itu, ketika situasi Jakarta sedang genting sebagai Ibu Kota Negara, atas inisiatif Sri Sultan Hamengjubuwono IX Ibu Kota Negara dipindah ke Yogyakarta dengan biaya operasioanl semuanya termasuk gaji pejabat negara ditanggung sepenuhnya oleh Kraton Yogyakarta.

Inilah nilai keistimewaan Yogyakarta yang ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII dengan sifat kenegarawannya. Kajian nasionalisme dalam bingkai keistimewaan di zaman sekarang  memang harus selalu diingatkan kembali oleh masyarakat Yogyakarta terlebih lagi generasi penerus yaitu generasi muda masyarakat Yogyakarta. Oleh karena mereka itulah yang nanti akan bisa membicarakan tentang sejarah kotanya di tingkat nasional ditengah semakin pudarnya rasa nasionalisme yang melanda di negeri kita ini.

Nilai-nilai luhur setidaknya bisa diimplementasikan oleh semua warga masyarakat Yogyakarta dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya warga masyarakat Jawa khususnya warga Yogyakarta yang kental dengan budaya Jawa sifat ikhlas, rendah hati, jiwa sosial yang tinggi (mengutamakan kepentingan umum/masyarakat/nasional) sudah selayaknya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari seperti yang sudah ditunjukkan oleh raja Yogyakarta ini yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII

Daftar rujukan

Rifai Shodiq Fathoni. “Sikap Kasultanan Yogyakarta Pasca Proklamasi Kemerdekaan 1945” diakses dari  https://wawasansejarah.com/kasultanan-yogyakarta-pasca-proklamasi/.

Kompas.com. (2011, 6 Mei). “Yogyakarta Wilayah Pertama NKRI.” diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2011/05/06/23472246/yogyakarta.wilayah  pertama.nkri.