Oleh: Bu Aida
Selama bumi atau alam semesta ini masih ada, insyaallah tentu bulan Ramadhan tetap akan ada. Hanya saja kita masih ditemukan dengan bulan Ramadhan atau tidak, hanya Allah SWT yang tahu dan sebagai penentu segalanya. Kita hanya dapat terus berdoa dan berserah diri kepada Allah SWT agar dipanjangkan umur untuk dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya, berikutnya, dan seterusnya.
Dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, berbagai rasa akan terus berkembang dan berubah. Semua itu akan berubah seiring dengan bertambahnya usia kita. Seperti ada rasa sukacita, rasa gembira, rasa bangga, rasa bahagia, rasa terharu, dan lain sebagainya. Semua rasa itu terus berkembang seiring bertambahnya usia dan meningkat pula tingkat kepahaman kita tentang puasa ramadhan.
Pada usia kita masih anak-anak dimana kita baru diperkenalkan atau baru mulai belajar berpuasa ramadhan, awalnya terasa berpuasa itu sangatlah berat, karena keterbatasan kepahaman kita akan berpuasa di bulan Ramadhan tersebut. Padahal bulan Ramadhan merupakan bulan penuh Rahmat dan pengampunan. Saat seusia itu dalam pengertian dan pemahaman kita baru mengerti yang namanya berpuasa sebatas menahan haus dan lapar atau sebatas fisik belaka. Pengertian seperti itulah yang sering disampaikan oleh banyak orang tua kepada anaknya, sehingga berpuasa menjadi terasa berat dan sangat melelahkan. Namun, secara perlahan mulai memudar dan bahkan menghilang semua pandangan itu. Bahkan semua seakan berubah seketika disaat banyak orang tua yang mulai memberikan iming-iming hadiah berupa imbalan apabila puasa bisa full hingga magrib. Ditambah lagi bayangan betapa bahagianya menyambut lebaran tiba. Dalam konteks ini berpuasa terasa indah dengan iming-iming hadiah. Dimana apabila banyak puasa full sampai magrib tentu semakin banyak hadiah, ditambah lagi baju lebaran, sendal, sepatu dan lain sebagainya. Yang tak kalah lebih indahnya ditunggu adalah takbir keliling saat malam lebaran. Pengertian dan pemahaman inilah yang berkembang difikiran saat masih kecil. Tanpa berfikir sedikitpun bagaimana rasanya orang yang tidak memiliki apa-apa atau yang miskin yang kesehariannya justru dijalani dengan berpuasa. Pengertian seperti ini bertanam bahkan hingga sekolah dasar atau SD dan sekolah menengah pertama atau SMP.
Waktu terus berlalu dan perputaran waktu tak bisa diputar kembali, sehingga tanpa terasa indahnya berpuasa di bulan Ramadhan pada masa kecilpun tanpa terasa terlewatkan sudah. Namun kesenangan menyambut bulan Ramadhan bulan penuh Rahmat dan pengampunan tak pernah pudar dari diri ini. Saat memasuki bulan Ramadhan masih tetap ada rasa tertentu dalam hati, yakni rasa senang dan bangga pada Ramadhan. Namun inti yang ditunggu tidak lagi lebarannya, karena akan ada baju baru, uang THR dan malam takbiran saja namun sudah lebih kepada ibadahnya. Sukacita ini akan selalu ditunggu hingga kini.
Seiring bertambahnya usia rasa senang dan bangga menanti Ramadhan tidak pernah luntur bahkan terus bertambah. Euforia bulan Ramadhan yang penuh barokah yang disebut bulan seribu bulan ini tidak pernah lekang. Hanya saja cara mengisi bulan penuh hikmah ini yang terus berubah untuk lebih baik. Karena memang ganjaran amal ibadah puasa langsung dari Allah SWT.
Semakin dewasa semakin bertambahnya usia mulailah diri dapat menikmati betapa indahnya alunan suara hazan subuh yang begitu merdu. Kokok ayam jago seolah semakin indah bersahutan disela merdunya kumandang adzan.Tumbuhan dan pepohonan yang tinggi menjulang, hewan ternak dan binatang liar seolah sujud menghadap Sang Pencipta Allah SWT. Hembusan angin seolah semakin sejuk menggelitik pori-pori dan pergerakan matahari menuju siang seolah terasa begitu lembutnya menyambut pagi. Inilah kebahagiaan Ramadhan setelah menikmati santap sahur untuk berpuasa keesokan harinya.
Perputaran hari serasa begitu cepatnya seolah tidak ada hari yang kosong sedikitpun untuk melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat. Karena dibulan yang penuh hikmah dan barokah ini setiap makhluk ciptaan Allah SWT meningkatkan kualitas dan kuantitas bertasbih kepada Allah SWT. Namun bagaimana dengan kita sebagai manusia yang merupakan ciptaan Allah SWT yang paling sempurna diantara ciptaan Allah SWT yang lainnya? Mudah-mudaha2n kita tergolong yang terus-menerus meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita kepada Allah SWT.
Pergeseran matahari serasa tak terasa semua mulailah sibuk dengan persiapan memasak untuk berbuka puasa. Tak sedikit diantara kita yang bertanya kepada masing-masing anggota keluarga ingin berbuka dengan apa?. Hampir semua yang dinginkan disediakan meskipun dalam hari berbeda. Seolah saat berbuka puasa ingin melampiaskan semua keinginan yang sebagian besar didorong oleh nafsu. Lalu ingatkah kita dengan tetangga kita yang hidup dalam kekurangan. Jangankan untuk menanyakan ingin berbuka dengan apa kepada anggota keluarganya, apa yang akan dimakan saat berbuka puasa saja tak sedikit dari saudara kita yang kebingungan.
Adakah kita sudah meningkatkan kepedulian kita kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung. Sudahkah kita memperhatikan mereka dengan menunjukkan nafsu kita untuk berbuka yang enak dan mewah. Kemudian bagaimana dengan kondisi mereka menyambut lebaran adakah pakaian lebaran baru yang bisa mereka kenakan. Membangun kepedulian inilah yang sangat sulit akan tetapi harus kita mulai dari diri sendiri, keluarga dan orang sekitar. Inilah mungkin hikmah renungan ramadhan yang patut kita mulai bersama.
Setelah semua hidangan berbuka puasa disiapkan, mulailah kita menunggu kumandang hazan magrib. Tak lama berselang bunyi sirene yang disusul oleh kumandang adzan magribpun tiba. Dengan penuh syukur kita menikmati semua hidangan yang tersedia dengan perlahan-lahan. Semakin bersyukur lagi tetangga yang mendapatkan ukuran tangan kita dengan linangan air mata terus berucap syukur sambil menikmati hidangan yang tersedia dengan tampa henti mendoakan kita sekeluarga. Begitu indahnya berbagi dan betapa bahagianya bisa saling peduli.
Hingga tak terasa Magrib berlalu dan isya tlah menyambut dengan ceria. Berbondong-bondonglah umat sholat berjamaah di masjid ataupun mushola. Tanpa ada perbedaan kasta antara umat tentu akan terasa indah bila kepedulian dengan sesama terus dibangun. Sehingga terjalin kerukunan antar sesama umat dan dengan masyarakat sekitarnya. Inilah indahnya saling berbagi dan betapa bahagianya bisa saling peduli.
Komentar Terbaru