oleh : Kisandrianto, S. Pd.
Hari ke-5 Ramadahn 1442 H
Bicara masalah “ghibah” tidak akan pernah selesai untuk dibicarakan sampai kapan pun. Dari dulu sampai sekarang permaslahan ini selalu ada dalam aktivitas kehidupan manusia dan hal ini sudah ada zaman dulu (masa kenabian) permasalahan ghibah ini tidak pernah habis dikupas. Hal ini terjadi karena interaksi antar manusia satu sama lain yang kadangkala dalam interaksi tersebut akan membicarakan keberadaan orang lain di luar kelompoknya. Membicarakan orang lain walaupun beritanya benar itu tetap ghibah dan itu dosa, terlebih kalau ternyata yang dibicarakan itu tidak sesuai dengan kenyataannya bahkan kadangkala yang berakibat terjadi fitnah. Bila ini terjadi justru malah menjadi dosa besar. Karena “fitnah itu sebagimana disebutkan dalam hadist bahwa “fitnah” itu lebih kejam daripada pembunuhan.
Pengertian di atas ini didasarkan dari penjelasan Rasulullah berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya: “Tahukah kamu, apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ‘ Beliau berkata: ‘Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.
Boleh dikatakan hanya orang-orang yang mempunyai keimanan yang kuat dan tekad untuk membersihkan hatinya pasti akan berusaha mengatasi permasalahan ghibah tersebut. Sebagai contoh bila seseorang diajak untuk membicarakan aib orang lain, pasti orang tersebut akan berusaha menghindar dari pembicaraan tersebut dan berusaha mengalihkan perhatian ke hal lain. Bisa jadi juga orang tersebut langsung menegur orang yang membicarakan aib orang lain tersebut bahwa tindakannya tersebut adalah “dosa”. Jangan sampai kita justru melayani orang yang suka “ghibah” tersebut karena kalau kita melayani pembicaraan orang tersebut berarti kita termasuk golongan orang yang suka ghibah tersebut.
Orang yang suka ghibah pasti akan berusaha mencari teman yang bisa diajak untuk “ghibah” tersebut sebagai media atau obyek pembicaraan. Di sinilah peran kita yang tidak mau diajak untuk berlaku “ghibah” untuk menghindari pembicaraan tentang “ghibah” tersebut dengan berbagai cara atau metode yang bisa kita lakukan.
Dalam Surat Al-Hujarat ayat 12 yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan firman Allah SWT tersebut, orang yang menggunjing sama dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati (bangkai). Lalu apa hukumnya membuka aib atau menggunjing? Karena Allah SWT dan Rasulullah SAW sudah secara jelas dan tegas melarang membicarakan aib orang lain, maka tentu menggunjing itu hukumnya haram.
Dalam hadit lain dikatakan, ” Dari Abu Barzah Al-Aslami, dia berkata, Rasululullah SAW bersabda: “Wahai orang- orang yang beriman dengan lisannya, tapi keimanannya belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengumpat seorang Muslim dan jangan pula mencari-cari kesalahannya. Sebab siapa saja yang mencari-cari kesalahan orang lain, maka Allah akan mencari-cari kesalahannya. Maka siapa saja yang Allah telah mencari-cari kesalahannya, Allah tetap akan menampakan kesalahannya meskipun ia ada di dalam rumahnya.” (HR Abu Dawud).
Melakukan suatu kejelekan pada akhirnya akan berpulang pada orang yang melakukan kejelekan tersebut. Begitu juga orang yang senang berghibah biasanya akan dapat balasan dari orang lain yang jadi bahan ghibah, begitu seterusnya. Akhirnya jadilah budaya menghibah di mana-mana. Ghibah juga mengurangi fungsi puasa sebagaimana hadits dari Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Puasa adalah tameng selama ia belum melubanginya.” Abu Muhammad berkata, “Yaitu dengan menggunjing orang lain.” Ghibah juga mendatangkan siksa kubur sebagaimana hadits dari Abu Bakrah, ia berkata: Nabi SAW melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: “Keduanya sedang disiksa, dan mereka disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak menjaga kebersihan ketika kencing dan yang lain disiksa karena berbuat ghibah.” Selain itu ghibah juga Mendatangkan siksa neraka; sebagaimana hadits dari dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit (dimi’rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.”
Dari hal inilah jelaslah akan bahayanya ghibah tersebut. Kita wajib menghindari dan meninggalkannya. Caranya antara lain dengan menghindari orang-orang yang senang berghibah dan menjauhkan mereka dari lingkungan pergaulan kita. Kita pilih orang-orang saleh menjadi sahabat-sahabat dekat kita.
Jika kita melihat, menonton, mendengar tentang “ghibah” di media masa manapun sebaiknya kita tinggalkan berita tersebut. Bila ada orang datang kepada kita dan berbicara ghibah, ingatkan dan minta berhenti atau tinggalkan bila tetap saja bicara. Bila dalam majlis pembicara berghibah, ingatkan atau tinggalkan majlis. Insya Allah kita akan selamat.
Bagi orang-orang yang bisa meninggalkan ghibah diberikan kabar gembira, berupa kebebasan dari api neraka sebagaimana hadits dari Asma’ binti Yazid dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barangsiapa menahan diri dari memakan daging saudaranya dalam Ghibah, maka menjadi kewajiban Allah untuk membebaskannya dari api neraka.” Juga hadits dari Abu Darda’ dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barangsiapa yang menahan ghibah terhadap saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka kelak pada hari kiamat.”.
Marilah kita jaga lisan kita, mata kita, telinga kita, dan semua anggota tubuh kita dari ghibah!
Daftar Rujukan
1. Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Darimi
2. QS: 49 (al Hujurat) ayat 12
3. H.R Abu Dawud
4. Kitab Darimi Hadits No 1669
5. Kitab Ibnu Majah Hadits No 343
6. Kitab Abu Daud Hadits No 4235
7. Kitab Ahmad Hadits No 26327
8. Kitab Tirmidzi Hadits No 1854
Komentar Terbaru